Kamis, 08 Juli 2010

Pengalaman mengikuti sekolah Agama di ICRP

Pada tanggal 6 Juni 2010, saya mengikuti sekolah agama yang di selenggarakan oleh Indonesian Confrence on Religion and Peace (ICRP). Ini merupakan pengalaman pertama saya dalam mengikuti sekolah agama ini.

Kebetulan saat itu diskursus yang diangkat adalah mengenai “Parmalim”. Yaitu agama local suku batak yang masih eksis sampai sekarang. Dengan narasumbernya adalah Mulo Sitorus salah satu tokoh Penghayat Parmalim.

Sekolah ini terbuka untuk umum dari berbagai macam latar belakang agama dan kepercayaan yang ada di Indonesia. Seperti Syiah, Konghucu, Katolik, Hindu, Budha, Protestan, Ahmadiyah, Sunda Wiwitan, Parmalim dll.

Walaupun saya seorang Muslim, saya sangat senang mengikuti sekolah ini karena dapat menambah wawasan keagamaan dan keilmuan dari agama-agama dan kepercayaan yang ada di Indonesia. Disamping itu, saya banyak mendapatkan teman yang berasal dari lintas agama dan kepercayaan.

Hal penting yang dapat saya ambil dari mengikuti sekolah agama ini adalah tidak ada lagi kesalahpahaman tentang ajaran-ajaran agama dan kepercayaan yang selama ini terkadang dianggap “menyimpang” dalam masyarakat. Kita akan mengetahui ajaran yang sebenarnya dari agama dan kepercayaan tersebut kalau kita mendengarkan langsung dari penganutnya. Bukan dari luar mereka.

Contoh kecil adalah anggapan bahwa semua orang batak itu gemar makan babi dan anjing adalah ternyata tidak benar. Penganut Parmalim yang notabene penganutnya adalah suku batak asli justru dalam ajarannya melarang dan mengharamkan makan-makanan tersebut. Itulah pentingnya kita menanyakan sesuatu pada sumbernya langsung, sehngga tidak ada kesalahpahaman tergadap ajaran-ajaran agama dan kepercayaan yang bersangkutan.

Disekolah ini pun, kami di ditanamkan nilai-nilai toleransi dan saling hormat-menghormati antar sesama pemuluk agama dan kepercayaan. Saya sendiri sih gak masalah berteman sama siapa saja dan dari agama mana saja. Bahkan orang yang tak beragama (atheis) sekalipun saya tetap hormati dan hargai. Karena itu sudah menjadi pilihan hidupnya. Untuk urusan benar atau tidak benar saya menyerahkannya kepada Allah SWT , Tuhan semesta alam. Tugas saya sebagai manusia adalah saling mengasihi dan menyayangi semua mahluk ciptaannnya. Seperti apa yang diajarkan oleh agama saya yang “Rahmatan lil alamin”.

“Love for All Hatred for None”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar